Sebenarnya sudah lama saya ingin mengabadikan kegiatan bakti sosial yang kami laksanakan di desa saolat dalam bentuk tulisan, namun karena kesibukan registasi dan pendaftaran ulang di kampus dan juga efek kemalasan yang melanda akibat liburan di kampung sehingga niat untuk menulis mengenai kegiatan baksos ini baru dapat terlaksana. Sekilas mengenai kegiatan Bakti sosial, yaitu salah satu program dari Himpunan Mahasiswa Halmahera Timur ( HIPMA HALTIM ) Manado yang bertujuan untuk turun langsung dan mengaplikasikan langsung ilmu yang diperoleh di kampus pada masyarakat. Menurut saya pribadi, inti dari Bakti sosial ini adalah membantu, melayani masyarakat sebisa dan semampu kami. Semuanya dimulai dari pembentukan panitia Bakti sosial di pantai malalayang pada tanggal 4 Agustus 2015, yang kemudian dilanjutkan dengan berbagai macam rapat, dan pencarian dana dalam bentuk penjualan pin, kalender pengadaan kartu kawan, proposal, door to door keliling Unsrat sampai keluar masuk rumah. Ada yang baik hati sehingga kami diberi lebih plus tidak menerima uang kembalian, Namun terkadang dengan wajah asam, Tuan rumahnya dengan cepat menutup pintu dan mengatakan tidak pada kami, terkadang sakit juga diperlakukan kayak gini. Namun singkatnya setelah melalui berbagai macam proses yang bikin emosi, tertawa, terpana, terbata, akhirnya kami mengikrarkan bahwa kami siap dan memutuskan untuk pergi melaksanakan Bakti Sosial, meskipun dana kami antara ada dan tiada ( hahahah,, bilang saja tidak cukup )
Inilah kami yang siap berangkat
Kami berangkat pada tanggal 20 Desember 2015 melalui kapal laut. Nama kapalnya KM. Bunda Maria dengan rute perjalanan yang Manado – Ternate – sofifi lalu ke tempat kegiatan Bakti sosial kami, yaitu desa Saolat Kecamatan Wasile Selatan. Perjalanan ini cukup melelahkan karena setelah tiba di pelabuhan ternate, kami langsung naik feri menuju ke sofifi. Setibanya di sofifi kami langsung di jemput dengan sebuah truk, dan ini yang paling menguras tenaga. Setelah terombang ambing di lautan kami harus duduk bersila, ada yang jongkok, ada pula yang berdiri di atas truk. Pokoknya masing masing orang sesuai dengan gayanya sendiri mencari posisi yang nyaman baginya.
Perjalanan ini cukup menghibur bagi saya, karena saya bisa melihat desa-desa yang berada di sepanjang jalan menuju desa Saolat. Desa-desa ini menurut saya cukup bersih dan penataan desanya juga bagus, di tambah dengan lingkungan desa desa tersebut yang cukup asri. Di perjalanan ini satu, hal yang cukup menggangu yaitu keadaan jalan Trans Halmahera yang menurut saya sangat buruk. Jalanan yang berlubang, dan aspal yang tidak rata. Sepertinya proyek pembuatan jalan ini dikerjakan seadaanya dan asal jadi. Saya sendiri sempat khawatir seandainya truk yang kami tumpangi mogok tepat di jalanan yang berlubang plus tanjakan, maka mau tidak mau kami yang akan mendorong truk tersebut. Tapi syukurlah karena hal ini tidak terjadi.
Dialog dengan Warga
Rombongan Baksos HIPMA HALTIM Manado disambut masyarakat desa Saolat dengan tarian daerah
Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 2 jam, akhirnya kami tiba di desa saolat. Hari sudah sore ketika kami tiba. Kami disambut oleh masyarakat setempat dengan tari tarian tradisional. Saya terkejut melihat sambutan ini, saya pikir ini terlalu berlebihan. Merekalah yang seharusnya dilayani, bukan kami. Setelah selesai penyambutan, kami langsung masuk pada fase perkenalan, dimana saya selaku sekretaris panitia bertugas untuk memperkenalkan seluruh anggota rombongan, dilanjutkan dengan pembagian akomodasi tempat tinggal dan kemudian dilanjutkan diskusi dengan warga. Melelahkan memang, tapi ini adalah konsekuensi dari sebuah kegiatan, dimana kita dituntun untuk memberikan yang terbaik tanpa mengeluh.
Sesuai agenda yang telah disusun, hari kedua kami mengadakan berbagai lomba yang sasarannya untuk anak anak di desa saolat. Lucu memang, para anak anak ini umumnya punya mental yang cukup baik, hal ini dilihat dari betapa antusiasnya mereka untuk mengikuti lomba yang kami laksanakan. Tujuan dari lomba ini adalah untuk mengedukasi, memberikan pemahaman dan mengajarkan pada anak-anak ini tentang bagaimana bekerja dalam suatu tim. Bukankah ini yang penting ? manusia adalah mahluk sosial, tak bisa hidup sendiri dan membutuhkan orang lain dan pada prosesnya manusia harus hidup bersama satu dengan yang lainnya, dan untuk hidup bersama, manusia harus bisa bekerja sama. Inilah esensi yang ingin kami tanamkan pada anak-anak ini lewat berbagai lomba yang kami laksanakan.
Pukul 1 siang, agenda kami selanjutnya yaitu seminar. Ada beberapa pembicara yang kami datangkan, diantaranya salah satu anggota DPRD Halmahera Timur dan juga 2 orang senior HIPMA HALTIM. Seminar yang kami laksanakan dengan judul Politik di Halmahera Timur. Sebenarnya kami juga mengundang Pembicara dari Dinas Pendidikan Halmahera Timur, namun mereka berhalangan hadir. Seminar ini menurut saya pribadi ,berlangsung cukup panas. Para hadirin dan juga pemateri beberapa kali terlibat saling bantah dan adu argument masing-masing, tapi memang inilah yang saya harapkan, dengan adanya seminar ini, masyarakat bisa mengutarakan segala keluh kesah mereka langsung dihadapan anggota DPRD yang kami datangkan. Seminar ini berakhir 2 jam lebih lama dari waktu yang ditetapkan.Hari telah malam ketika seminar selesai, dan setelah rapat evaluasi bersama dengan panitia lokal, kami langsung menuju ke sekretariat untuk menikmati makan malam yang telah disiapkan oleh teman-teman seksi konsumsi dan kemudian istirahat malam mengingat masih ada agenda hari ketiga pada esok hari.
Seminar Yang dibawakan oleh Anggota DPRD Kab. Halmahera Timur, Bapak Noverius Bulango.
Hari ketiga, adalah hari terakhir kami melaksanakan kegiatan Baksos. Kami melakukan kerja bakti pembersihan desa. Sasarannya yaitu fasilitas umum seperti gereja, kantor desa , sekolah, dan puskesmas. Disamping itu kami juga melaksanakan penghijauan disepanjang jalan desa saolat. Kegiatan hari ketiga ini cukup ramai, karena masyarakat turut berpartisipasi melakukan kerja bakti, saya cukup bangga melihat warga yang tanpa kenal lelah melakukan apa yang bisa mereka lakukan untuk membantu kami. Pada malam harinya, kami melakukan malam ramah tamah dengan warga atau malam kebersamaan. Beberapa teman memaknainya dengan malam perpisahan. Agenda pada malam ramah tamah ini cukup seru, sedih dan mengharukan juga. Walaupun Cuma 3 hari berada di desa Saolat, tapi kenangan kebersamaan yang ada cukup sulit untuk dilupakan. Mereka telah menganggap kami seperti saudara, anak , bahkan keluarga sendiri dan ini yang membuat kami melewati malam kebersamaan ini dengan sedikit haru, karena besok hari kami sudah harus berpisah dengan mereka dan pulang ke rumah masing-masing.
Kerja Bkati Membersihkan Lingkungan dan fasilitas Umum
Penanaman Pohon
Malam Kebersamaan Dengan Warga
Foto Bersama Kepala Desa Saolat dan Ekorino
Sedikit cerita mengenai desa saolat, desa ini tidak besar, agak berbukit dan terletak ditepi pantai. Menurut pengamatan saya mungkin panjangnya kurang lebih 3 km dengan jumlah jiwa kurang lebih 250 orang. ( ini hanya pengamat subjektif saya sendiri, mungkin bisa salah). Keadaan lingkungan desa cukup asri dan bersih, penduduknya mayoritas bekerja sebagai petani dan nelayan. Desa ini merupakan salah satu desa yang berada dijalan trans Halmahera, jika anda pergi ke Ibukota Halmahera timur melalui jalur darat, maka saya pastikan anda akan melewati desa ini. Satu hal yang saya sayangkan adalah banyaknya anak muda usia produktif yang tidak bersekolah ataupun tidak melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, padahal jika mereka mau saya yakin mereka mampu untuk melanjutkan pendidikan mereka. Menurut saya mungkin salah satunya yaitu motivasi yang kurang sehingga kebanyakan dari mereka memilih untuk tidak melanjutkan pendidikan. Saya mendapat banyak pelajaran dari masyarakat desa saolat. Mereka sangat mencintai lingkungan, menghargai sesama, bahkan mereka tidak segan segan membantu seseorang walaupun baru mereka kenal.Ilmu hidup seperti ini walaupun kelihatan gampang, tapi tidak semua orang bisa melakukan ini, saya salut pada mereka.
Tulisan ini saya buat sebagai bentuk penghargaan kepada teman – teman Hipma Haltim yang telah rela berkorban waktu, tenaga, materi bahkan rela meninggalkan segala aktivitas kampus, segala macam masalah percintaan yang rumit dan bikin pusing hanya untuk menyukseskan kegiatan baksos, terutama Otis Warwer dan Fandry Buli yang berlari mendaki pegunungan untuk mengejar truck, juga buat bendahara panitia, SryYulianti Danawaka yang walaupun praktek dijakarta tetapi tetap setia memanajemen masalah keuangan dan terus menjalin komunikasi dengan warga desa saolat, serta para kordinator tiap tiap seksi dan seluruh anggota Marsel Bauronga Warwer, Karibo Poetra Bungsu, Engel Maudul, Marthen Takoes, Damas Laleno, Maradja Nus Danawaka, Yulin Kawang Paeli, Echa Kaotji, Ryand Putra Bulli, Ester Wangelamo, Devan Togo, Etha Dunia, Jefferson Bawang, Kevin Tutuarima, YUnitha Budiman, Ecin Kaotji, Yosias Dunia, Yandris Murufu, Christal Vitta Koremie, Murasakibara , yang berjuang extra keras, terimakasih banyak. khusus buat masyarakat desa Saolat yang telah menerima kami untuk melakukan kegiatan di desa mereka. Kami yang bukan siapa-siapa, tapi mereka memperlakukan kami seperti keluarga sendiri, Teman-teman panitia lokal, terima kasih atas segala kesiapannya, juga buat para donatur yang telah memberikan sumbangan sehingga kegiatan ini bisa terlaksana, saya ucapkan terimah kasih banyak. Juga buat teman, saudari kami yang bertugas sebagai Kordinator seksi konsumsi pada saat kegiatan, Almarhum RESLIN LEIS DUNIA yang telah berpulang terlebih dahulu.
Semua yang saya tulis adalah pengalaman pribadi selama mengikuti Baksos, apa yang terucap seringkali akan lenyap, apa yang tertulis niscaya akan selalu diingat.Tidak ada maksud lain, saya hanya berusaha mengabadikan pengalaman ini dalam bentuk suatu tulisan dengan harapan agar kebersamaan kita akan selalu diingat selamanya. Setiap perjumpaan selalu menyisakan kenangan dan setiap kenangan akan selalu membekas, setiap kali ia membekas, ia akan selalu teringat bahwa kita punya masa-masa indah yang dibingkai dalam suatu kegiatan, dimana kita manusia selalu punya alasan untuk selalu berbagi.
PARADE FOTO
Teman - Teman Hipma Haltim dan warga setempat saat mengikuti kegiatan seminar
Cinta itu seperti kupu-kupu,
tambah dikejar tambah berlari. Tapi kalau dibiarkan terbang, dia akan
datang menghampiri di saat kamu tidak mengharapkannya. Terkadang cinta
jadi aneh, ibarat tubuh dan bayangan, selalu bersama tak bisa menyatu.
Dekat tapi tak saling bertegur sapa, sejiwa tapi tak saling merasa. Perasaan bukan sesuatu yang mudah untuk diatur atau diarahkan. Perasaan
kepada seseorang adalah tentang siapa yang selalu kau ingat sebelum
memejamkan mata, siapa yang terbayang saat mendengarkan lagu penuh
kenangan, siapa yang membuatmu bisa tersenyum tanpa sebab, atau bahkan
melamun tanpa alasan. Seperti itulah cinta, kau hanya bisa merasakannya
tanpa mampu untuk menjelaskan
Waktu kuliah filsafat, seorang Dosen bertanya, bagaimana cara membunuh
orang dengan perlahan ? tidak ada yang berani menjawab, lalu dosen
tersebut berkata, “Katakan pada seseorang, bahwa aku mencintaimu,
sesudah itu pergi dan dan menghilang”. Akhirnya saya paham, bahwa hal
yang kejam adalah membiarkan orang lain jatuh cinta dan kamu tidak
berniat untuk membalasnya.
Cara jatuh cinta adalah; berusaha
memberikan yang terbaik. Konsisten tapi jangan memaksa,berbagi dan
jangan bersikap tidak adil, dan cobalah untuk tidak banyak menuntut.
Yang paling miris adalah kamu jatuh cinta untuk kedua kalinya pada orang
yang sama, tetapi kamu tau bahwa orang itu sudah tidak memiliki
perasaan terhadapmu, sementara kamu telah memberikan banyak waktu
untuknya.
Kita tidak mesti jadi cengeng, jangan tenggelam.
Kesedihan dan kerindukan hanya akan menyayat sedalam mungkin jika kita
izinkan. Masa lalu, masa kini dan masa depan itu ibarat roda yang terus
berputar. Kita akan selalu ada didalamnya dan akan selalu menikmati itu
Hati retak mampus tanpa upacara Dalam keramaian yang tak henti berbicara Rindu menjelma kematian yang sunyi Merajam tubuh sebagai sejarah resmi
Orang -orang memang bangsat Waktu juga ganas memagut Kita kalah bertekuk lutut Tak diberi waktu untuk saling memikat
Salam dari orang asing Sampai jumpa dinikahan masing-masing
Manado, 24 Februari 2017.21.04 Wita Ditulis saat mendengarkan Payung Teduh- Untuk Perempuan Yang Sedang ( Tidak ) Dalam Pelukan.
Siapapun didunia ini tentu punya hal yang ingin dilaksanakan.
Semacam impian yang ingin diwujudkan. Kadang sebelum tidur kau slalu
memikirkan kapan impianmu bisa
terlaksana. Akupun demikian, seringkali tatkala memejamkan mata,
sering ku berteka teki kapan aku bisa tiba disana, ke rumahmu yang
sebelumnya tak pernah terpikir oleh ku untuk berkunjung, bahkan dalam
mimpi.
Aku harus merasa
malu jika bercerita mengenai perjalanan ke daerahmu dengan menggunakan
kapal. Mengapa? Karna kau pasti tertawa jika kuceritakan betapa
tersiksanya aku seharian terombang ambing dipermainkan laut perairan
sulawesi-halmahera. Diatas kapal udaranya pengap, sumpek, bercampur
bunyi bising mesin kapal membuatku mual. Kau jelas akan tertawa,
mendengar kenyataan bahwa seorang lelaki berbadan tambun penyuka musik
keras takluk dikalahkan lautan. Sementara kau seorang perempuan yang
bertumbuh kecil dengan entengnya bisa berulang kali menyebrangi lautan
Sulawesi-Halmahera tanpa ada satupun keluhan. Jadi, sebaiknya tak
perlu kuceritakan perjalanan ini padamu. Yang jelas keinginanku untuk
sampai ke daerahmu, rumahmu bisa terwujud.
Jujur, aku tidak
berani sendirian ke rumahmu. Ke daerah yang asing bagiku, tiada teman
dan sanak famili. Yang kukenal hanya kau seorang. Makanya aku mengajak
seorang teman, yang sering kupanggil MR. Setidaknya ada seseorang yang
kuajak bertukar pikiran perihal apa yang harus kukatakan, atau
bagaimana caranya memulai pembicaran dengan seseorang yang pernah ku
hancurkan kepercayan yang telah dia berikan. Jujur, aku bingung akan
memulai dari mana jika bertemu denganmu. Hari pertama aku kesana, ke
kampung halamanmu, aku dan MR jelas tak tahu alamat rumahmu. Aku
memberanikan diri bertanya pada seorang Ibu yang berpapasan dengan kami,
dan dia menunjuk sebuah rumah yang berhadapan dengan gereja. Aku tak
bisa menjelaskan, betapa gugupnya aku berdiri didepan rumahmu.
Kutanyakan kepada tetangga depan rumahmu, mereka mengatakan kau sedang
ke pusat kota. Rupanya aku datang diwaktu yang salah. Tak apalah,
"masih banyak waktu", pintaku dalam hati.
Walaupun hari pertama
aku tak bertemu denganmu, aku banyak memperhatikan kampung halamanmu.
Sebuah desa yang jauh dari hingar bingar kota. Aku kagum, desamu cukup
bersih, teratur dengan penduduknya yang ramah. Betapa damainya
kampungmu. Di pinggir jalan, beberapa anak perempuan berlarian sambil
tertawa riang. Disebelah gereja, beberapa remaja perempuan berbincang
serius sambil sesekali menyunggingkan senyum. Aku jadi melamun
sendiri, "barangkali seperti inilah masa kecilmu didesa ini, barangkali
saat remaja kaupun mirip dengan beberapa remaja ini".
Dalam
perjalanan pulang aku merenung. Mungkin memang tidak sepantasnya
seseorang bertamu kerumah orang yang pernah dia hancurkan mimpinya.
Barangkali tidak semestinya seseorang kembali menampakan wajah didepan
wanita yang telah dia khianati kepercayaannya. Ku utarakan hal ini pada
MR yang duduk disebelahku, dan dia berkata "kita telah datang sejauh
ini, kita telah merencanakan hal ini jauh-jauh hari. Mengapa begitu
tiba ditempat ini kau berubah pikiran? belum bertemu bukan berarti tidak
akan bertemu. Jangan jadi cengeng, bukankah disetiap kita bertemu,
baik di kampus dan warung kopi, kau pernah berikrar harus bertemu
dengannya? Kita memang pejalan yang pelan, tapi kita tidak akan
berjalan mundur". Aku tersentak, keberanianku muncul kembali, "Besok
kita mesti kesini lagi, besok aku mesti bertemu dengannya" sahutku. Hari kedua aku kerumahmu, telah kubulatkan tekad. Apapun yang
terjadi, aku mesti bertemu denganmu. Jam 5 sore aku dan MR tiba di
desamu. Sialan, kali ini aku makin gugup, keringat kembali membasahi
tubuh, jantung berdegup kencang, langkah kaki gemetar. Ah. . ini mesti
diselesaikan sekarang. Sudah datang sejauh ini, pantang untuk mundur.
Aku mengetuk pintu, dan betapa terkejutnya aku saat melihat bahwa
ternyata, kau yang membuka pintu. Kita sama-sama terperanjat. Suasana
hening sejenak. Dapat kubayangkan betapa kagetnya kau saat melihat
wajahku tepat didepan pintu rumahmu. Aku maklum jika kau berpikir dalam
hati, "betapa beraninya si brengsek ini datang". Jujur, saat itu aku
pikir kau akan menolak bertemu denganku. Ternyata kau menyambutku
dengan ramah. Kau tersenyum persis saat pertama kali kita bertemu.
Mempersilahkan ku untuk segera masuk. Aku merasa malu bercampur kagum
padamu.
Ada perasaan menggebu gebu yang sulit dijelaskan saat
kita kembali bertemu. Mataku berkaca kaca. Suasana jadi canggung,
suaraku hampir tak terdengar ketika menanyakan bagaimana kabarmu. Caramu
bertutur persis seperti saat kita pertama bertemu di Fakultas Hukum
Unsrat dua tahun lalu. Bicara seperlunya, lantang dan penuh percaya
diri. Hampir tak ada yang berubah darimu, masih persis dua tahun lalu.
Bedanya jika dua tahun lalu setiap kita bertemu kau selalu memegang
berbagai macam buku teori ilmu hukum, sekarang kau lebih terlihat
anggun dengan seragam kerja yang menutupi tubuhmu. "Astaga, dia makin
terlihat mempesona" aku menggumam dalam hati. Percakapan selama hampir 2
jam terasa sangat pendek bagiku.
Di perjalanan pulang aku
kembali merenung, teringat masa dimana kita masih akrab, saling
bercanda lepas. Sampai muncul hari dimana aku menghancurkan mimpi dan
harapan yang telah kau beri. Jika diingat ingat, terkadang aku
menyesal. Betapa bodoh dan tidak dewasanya aku saat itu. Tidak
menghargai perhatian yang kau beri, menyianyiakan seorang wanita yang
luar biasa. Kau anti mainstream dari kebanyakan wanita zaman sekarang
yang senang ber makeup tebal, menghias bibir semerah mungkin, dan
berlomba lomba mengupload foto selfie setiap hari dengan caption yang
aneh. Kelasmu jauh diatas mereka. Kau seorang wanita pendiam yang
memiliki imajinasi luas, seorang terpelajar yang bijak menggunakan
medsos. Bagimu, kesederhanaan adalah hal yang utama. Kau selalu tampil
apa adanya.
Tahun 2016 sebentar lagi berakhir, aku tidak ingin
masih tersisa penyesalan dalam hati. Aku sudah berikrar sebelum
meninggalkan tahun ini, aku mesti berkunjung ke rumahmu. Bertemu dan
melihat wajahmu sekali lagi. Wajah yang dulu bahkan sampai sekarang
masih sering terbayang, dan akhirnya keinginanku terpenuhi. Aku tidak
tahu apakah masih bisa berkunjung dan menemuimu dikampung halamanmu yang
damai, ataukah ini adalah yang pertama dan terakhir kali. Biarlah
takdir yang menjawabnya. Bukankah hidup ini adalah petualangan? Jika
kita telah mengetahu apa yang akan terjadi, maka hidup ini sudah tak
punya daya tarik. Jalani saja apa yang ada didepan mata. Tak perlu
takut, jangan khawatir. Setiap perjalanan selalu saja ada hikmah yang
bisa dipetik, dan tetap ada pelajaran yang bisa diambil. Kuharap, kau
temukan pria baik-baik yang bisa menjagamu.
Aku pulang
meninggalkan desamu dengan senyum penuh kebanggaan. Iya, bangga karena
menang. Menang atas rasa takut dan Menang atas diri ini yang tak pernah
mau keluar dari zona nyaman. Aku banyak belajar saat mengunjungi desamu.
Tere liye pernah menulis, "anak muda tak semestinya mengurung diri
dikamar dan memandangi lekat gadgetnya lalu merasa telah menikmati
hidup. Tak ada kebanggaan disana. Ambil ranselmu pergi dan temui orang
disekitar, maka kau akan temukan makna hidup sesungguhnya". Hari ini
aku bangga bisa datang ke kampung halamanmu sebagai bukti bahwa seorang
laki-laki yang pernah berbuat salah, datang dan bertekad memperbaiki
semua yang hancur lebur.
Pada akhirnya kita mesti berdamai
dengan segala ego. Kita mesti ikhlas jika banyak mimpi yang tak
terpenuhi. Teruslah bermimpi, tapi ingat bahwa tak semua mimpi mesti
jadi kenyataan. Yang terpenting, berlarilah sampai kau merasa lelah,
sampai para peragu jengah. Lawan dirimu yang selalu kalah. Kau sudah
menang ketika mengambil satu langkah. Berlarilah sampai tubuhmu habis
menjadi tanah, sampai tak kenali lagi biru dan merah. Sampai tulangmu
hilang tak berjumlah, sampai masamu habis terpilah.
Tulisan ini
panjang? Iya. Sebab aku telah berniat akan menulis habis habisan
mengenai kisah yang satu ini, tentang kedatanganku ke kampung
halamanmu. Jika sebelumnya aku selalu berharap kau membaca
tulisan-tulisanku, maka kali ini sebaiknya tidak perlu. Mengapa? Karna
tulisan ini tidak terlalu penting. Pun puisi-puisi yang pernah
kurangkai untukmu tak ada yang benar-benar layak. Semuanya hanya
rongsokan tinta penaku yang terkadang menuntut untuk untuk digoreskan
bahkan aku sendiripun terkadang tak mengerti puisi yang kubuat untukmu.
Telah datang dan bertemu denganmu nilainya lebih tinggi dari pada semua
coretan yang pernah kuukir.
Eh.. kau masih sering mendengar
lagunya Bon Jovi - Always ? Aku tahu ini adalah salah satu lagu
favoritmu. Mulai sekarang jika tiba-tiba aku merindukanmu, akan
kunyanyikan reef lagu ini untuk sekedar menenangkan hati. Siapa tahu kau
akan menyenandungkan juga. Untukku atau siapapun, entahlah, kau yang
lebih tahu.
Yang patah, Yang tumbuh, Yang hilang, Yang berganti". Itulah tajuk
album terbaru duo folk yang memakai nama "Banda Neira". Saya sendiri
baru mengetahui bahwa album telah rilis bulan maret. Tidak
mengherankan, karna band indie memang tidak banyak melakukan promosi
setiap keluar album baru. Sebulan penuh mendengarkan album ini, saya
beranggapan bahwa ini adalah album masterpiece dari Banda Neira. Rasanya
sebutan duo nelangsa riang sangat tepat disematkan pada Ananda Badudu dan Rara Sekar karena kita bisa merasa nelangsa sekaligus riang dalam satu waktu ketika mendengarkan lagu mereka.
Saya merasa musik Banda Neira, punya kekuatan ajaib yang tidak bisa
dinilai sekedar dari nada, aransemen, atau skill. Mereka ibarat sudah
dapat ditebak arah musiknya, tapi anehnya tidak lantas membuat musik
mereka menjadi tidak menarik untuk didengarkan. Irama acoustic yang
mereka lantunkan bagi saya seperti membawa pendengar ke dimensi lain.
15 lagu dalam album ini sungguh kental nuansa folk syahdu. Mendengarkan
album ini dipagi atau sore hari selepas hujan turun sambil minum
secangkir kopi, lalu pejamkan mata. Rasanya seperti Sigur Ros, Simon
& Garfunkel atau Roxette sedang konser mini dihalaman rumah anda. Lagu "sampai jadi debu" merupakan favorit saya dan pastinya semua orang yang mendengarkan lagu ini.
Selamanya Sampai kita tua Sampai jadi debu Ku di liang yang satu Ku di sebelahmu
Itulah penggalan lirik lagu "Sampai jadi debu". Suara mendesah nan
mematikan dari Ananda Badudu dan Rara Sekar bergantian membunuh sore
yang sepi. Akhirnya saya sepakat dengan apa yang dikatakan Sekar
Banjaran Aji dalam warningmagz. "Jika anda pemuja lagu berbahasa
Indonesia yang indah, berima tanpa miskin makna, silakan mulai
mendengarkan album ini"
Namamu masih kusemogakan dalam setiap doa. Berharap ada kesempatan
untuk memperbaiki kesalahan yang timbul akibat ketidaksabaranku. Setiap
kulewati rumah yang pernah kau tinggali, aku sering tertegun, selalu
saja teringat saat pertama kali melihatmu, seorang perempuan pemalu yang
punya tatapan tajam, seorang perempuan pendiam yang gerakannya lincah.
Kau tidak banyak bicara, kadang kulihat matamu lebih pandai
menyuarakan apa yang ada dibenakmu. Kau tipe perempuan yang tidak suka
basa basi. Pernah kau turun ditengah jalan dari mikrolet yang kau
tumpangi hanya karena sang sopir menggodamu. Brengsek; sialan, aku tau
jika kata kata tersebut sudah keluar dari mulutmu, artinya jangan ada
yang berani macam macam.
Hampir tiap hari kulewati rumah yang
pernah kau tinggali. Istana, begitu kerap kali kau menyebutnya dilaman
facebookmu. Dari kejauhan aku kerap menebak urutan kamarmu, membayangkan
kau ada didalam. Suasana disitu juga masih sama, Killer, sebutanku
untuk Bapak kostmu, juga masih memelihara kebiasaan lamanya, duduk
didepan pintu sambil menegak lahap kopinya yang pekat, sepekat wajahnya.
Dulu aku sering dibuat kesal oleh si Killer. Setiap hendak bertamu
padamu, selalu saja diinterogasi si Killer. Bertemu siapa? Cari apa ?
Dan banyak lagi pertanyaan si killer yang membuat emosi. Aku sering
bertanya dalam hati, bagaimana bisa kau betah tinggal ditempat yang
terlalu banyak aturannya ? Pernah kutanyakan langsung padamu dan kau tak
pernah menjawab, hanya tersenyum dan mengerling.
Ah, , kadang
aku menyesali, betapa cepatnya keakraban kita berakhir berakhir.
Ironisnya, akulah yang menyebabkan semua ini berakhir. Kita jadi
menikmati sepi yang saban hari mulai mengurung kita dalam kesendirian.
Aku ingat jelas pesan terakhir yang kau kirim waktu itu, "jangan pernah
menghubungiku lagi". Sejak saat itu, kita seperti jadi orang asing.
Pernah sesudah itu kita bertemu, kukira kau akan menghindar, menolak
bertemu denganku. Ternyata aku salah, kau tanpa takut ragu mendekat
dan tersenyum padaku. Aku kagum padamu, kupikir dalam beberapa hal, kau
lebih berani dariku.
Setelah semua kebodohanku, kupikir kau
akan segera menemukan orang lain dan menjalin hubungan yang serius.
Penyesalanku bertambah ketika mengetahui kau masih sendiri dan tak
tergoda untuk membuka hati untuk hati yang lain. Betapa bodohnya aku
menyia-nyiakanmu. Aku bodoh, memang sangat bodoh. Aku tak menyadari
bahwa perempuan yang sering berpapasan denganku ditangga Fakultas Hukum
Unsrat adalah perempuan yang mampu membuatku bergairah menjalani hidup.
Kudengar sekarang kau sudah bekerja, tak heran karna kau memang orang
yang tekun, giat dan selalu yakin bahwa tidak ada kerja keras yang sia
sia. Kau tau, Saat menulis ini aku sempat tertawa, membayangkan
bagaimana reaksi bawahanmu ketika kau marah. Mungkin mereka akan tau
bahwa dibalik tubuh perempuan mungil ini, tersimpan jiwa seekor singa yg
siap meraung. Aku sering mengintip laman facebook, mencari tau apakah
kau telah menemukan pria idamanmu? Di profil facebookmu kau menulis
berpacaran, tapi aku tak pernah menemukan statusmu yang bercerita
mengenai pria idamanmu, aku harus jujur memang aku tidak berharap
menemukannya. Jelas kau bukan tipe anak-anak alay yang hobi menulis
cinta di facebook, bukan, kelasmu jauh dari mereka, kau jelas perempuan
terpelajar yang rapi menjaga privasi. Aku semakin bertambah kagum
padamu.
Aku tau kesempatan tidak akan muncul kedua kali. Kau
pernah memberiku kesempatan dan aku malah menghancurkannya. Apakah kau
masih memberiku kesempatan ? Aku selalu bersemoga hal ini akan terjadi.
Setiap kali berimaji mengenai sosok perempuan yang akan kutulis, selalu
dirimu yang terlintas dipikiran. Aku berikrar dalam hati, jika suatu
saat kau masih memberiku kesempatan, pasti kuambil. Aku wajib menebus
segala kesalahanku padamu.
Oh, iya. Fotomu masih tersimpan di
laptopku. Kadang kupandangi lekat lekat sambil mengutuk dalam hati,
bagaimana bisa aku tak menyadari bahwa ternyata perempuan yang kucari
adalah kau ? Sekali lagi aku memang bodoh. Kau pastinya akan marah
mengetahui aku masih sering melihat fotomu. Tapi kurasa kali ini aku
punya hak. Pertama, aku juga ada di foto itu, jadi aku juga berhak untuk
terus melihatnya. Kedua, foto itu diambil menggunakan handphoneku,
menurut hukum HAKI dan Perdata ( sudahlah. Kau lebih tau soal
keperdataan. Itu adalah basicmu ).
Kusudahi sampai disini celoteh ini. Semoga kau sempat membaca tulisan tak penting ini. Ah, harus kuakui aku masih mengagumimu
Akhir September 2015,
seorang teman merekomendasikan sebuah group musik kepada saya. Namanya
"Silampukau", judul albumnya "Dosa, Kota dan Kenangan". Segera setelah
itu, saya segera mendownload album tersebut. Namun karena berbagai
kesibukan, album tersebut belum sempat saya dengar. Album itu tercecer
pada katalog file band indie yang saya koleksi.
Hingga kemarin sore, tak sengaja saya mendengar sebuah lagu bernuansa folk diputar disebuah
warung kopi langganan saya. Penasaran, saya bertanya kepada barista
yang menyetel lagu tersebut. "Judulnya apa bro? Lagunya bagus".
Barista tersebut menjawab, "lupa judulnya, tapi ini lagu silampukau".
Saya terkejut, teringat bahwa albumnya Silampukau telah saya koleksi
tanpa sekalipun belum pernah memutarnya. Begitu kembali ke kost, saya
langsung menyetel album tersebut, dan akhirnya saya terkesima.
Dosa, Kota dan Kenangan. Jujur saja, judul album ini menurut saya
lebih mirip judul sebuah Novel fiksi, ditambah cover album yang
bernuansa dark nan gothic, secara kasat mata menambah kesan horor. Tapi
begitu didengar, semua anggapan ini menguap begitu saja. Album ini
sungguh manis. secara harfiah dalam jumlah personil dan kelengkapan
instrumen musik yang mendukung mereka, Silampukau memiliki sesuatu yang
menarik perhatian, lirik. Dan mereka menyampaikannya melalui sesuatu
yang benar-benar melebihi ekspektasi siapapun, atau paling tidak saya.
10 lagu dalam album ini bercerita tentang kehidupan manusia yang
terkatung-katung di antara masa silamnya yang tak terlalu elok dan masa
depan yang entah mau diapakan. Antara gelak dan kenangan yang
berpilin-pilin, antara kenangan didesa yang bertransformasi menjadi
kota, sehingga segan untuk dirindukan, tetapi sangat manis jika
dilupakan.
Penggambaran cinta dalam album ini tak murahan. Bukan
kisah cinta remaja zaman sekarang yang kenalan pagi malamnya jadian.
Tapi penggambarannya ibarat kisah 2 remaja yang menjalin hubungan sejak
bocah hingga dewasa yang sama-sama saling mencintai tapi tak berani
saling mengungkapkan, lalu muncullah "Dosa, Kota dan Kenangan". ( anda
bisa renungkan metafora ini) .
lagu-lagu dalam album ini ibarat
lagunya Iwan Fals versi modern. Jika dulu Iwan Fals bercerita cinta
atau mengkritik kehidupan sosial hanya dengan modal gitar dan instrumen
seadanya, maka sekarang Silampukau lewat Dosa, Kota, dan Kenangan
menceritakan semua itu dengan lebih folk, lebih mellow dan lebih
modern.
Akhirnya, jika anda penggemar musik yang berkualitas,
baik secara lirik, tema, dan aransemen, maka album Silampukau - Dosa,
Kota dan Kenangan wajib untuk didengarkan