Namamu masih kusemogakan dalam setiap doa. Berharap ada kesempatan
untuk memperbaiki kesalahan yang timbul akibat ketidaksabaranku. Setiap
kulewati rumah yang pernah kau tinggali, aku sering tertegun, selalu
saja teringat saat pertama kali melihatmu, seorang perempuan pemalu yang
punya tatapan tajam, seorang perempuan pendiam yang gerakannya lincah.
Kau tidak banyak bicara, kadang kulihat matamu lebih pandai
menyuarakan apa yang ada dibenakmu. Kau tipe perempuan yang tidak suka
basa basi. Pernah kau turun ditengah jalan dari mikrolet yang kau
tumpangi hanya karena sang sopir menggodamu. Brengsek; sialan, aku tau
jika kata kata tersebut sudah keluar dari mulutmu, artinya jangan ada
yang berani macam macam.
Hampir tiap hari kulewati rumah yang
pernah kau tinggali. Istana, begitu kerap kali kau menyebutnya dilaman
facebookmu. Dari kejauhan aku kerap menebak urutan kamarmu, membayangkan
kau ada didalam. Suasana disitu juga masih sama, Killer, sebutanku
untuk Bapak kostmu, juga masih memelihara kebiasaan lamanya, duduk
didepan pintu sambil menegak lahap kopinya yang pekat, sepekat wajahnya.
Dulu aku sering dibuat kesal oleh si Killer. Setiap hendak bertamu
padamu, selalu saja diinterogasi si Killer. Bertemu siapa? Cari apa ?
Dan banyak lagi pertanyaan si killer yang membuat emosi. Aku sering
bertanya dalam hati, bagaimana bisa kau betah tinggal ditempat yang
terlalu banyak aturannya ? Pernah kutanyakan langsung padamu dan kau tak
pernah menjawab, hanya tersenyum dan mengerling.
Ah, , kadang
aku menyesali, betapa cepatnya keakraban kita berakhir berakhir.
Ironisnya, akulah yang menyebabkan semua ini berakhir. Kita jadi
menikmati sepi yang saban hari mulai mengurung kita dalam kesendirian.
Aku ingat jelas pesan terakhir yang kau kirim waktu itu, "jangan pernah
menghubungiku lagi". Sejak saat itu, kita seperti jadi orang asing.
Pernah sesudah itu kita bertemu, kukira kau akan menghindar, menolak
bertemu denganku. Ternyata aku salah, kau tanpa takut ragu mendekat
dan tersenyum padaku. Aku kagum padamu, kupikir dalam beberapa hal, kau
lebih berani dariku.
Setelah semua kebodohanku, kupikir kau
akan segera menemukan orang lain dan menjalin hubungan yang serius.
Penyesalanku bertambah ketika mengetahui kau masih sendiri dan tak
tergoda untuk membuka hati untuk hati yang lain. Betapa bodohnya aku
menyia-nyiakanmu. Aku bodoh, memang sangat bodoh. Aku tak menyadari
bahwa perempuan yang sering berpapasan denganku ditangga Fakultas Hukum
Unsrat adalah perempuan yang mampu membuatku bergairah menjalani hidup.
Kudengar sekarang kau sudah bekerja, tak heran karna kau memang orang
yang tekun, giat dan selalu yakin bahwa tidak ada kerja keras yang sia
sia. Kau tau, Saat menulis ini aku sempat tertawa, membayangkan
bagaimana reaksi bawahanmu ketika kau marah. Mungkin mereka akan tau
bahwa dibalik tubuh perempuan mungil ini, tersimpan jiwa seekor singa yg
siap meraung. Aku sering mengintip laman facebook, mencari tau apakah
kau telah menemukan pria idamanmu? Di profil facebookmu kau menulis
berpacaran, tapi aku tak pernah menemukan statusmu yang bercerita
mengenai pria idamanmu, aku harus jujur memang aku tidak berharap
menemukannya. Jelas kau bukan tipe anak-anak alay yang hobi menulis
cinta di facebook, bukan, kelasmu jauh dari mereka, kau jelas perempuan
terpelajar yang rapi menjaga privasi. Aku semakin bertambah kagum
padamu.
Aku tau kesempatan tidak akan muncul kedua kali. Kau
pernah memberiku kesempatan dan aku malah menghancurkannya. Apakah kau
masih memberiku kesempatan ? Aku selalu bersemoga hal ini akan terjadi.
Setiap kali berimaji mengenai sosok perempuan yang akan kutulis, selalu
dirimu yang terlintas dipikiran. Aku berikrar dalam hati, jika suatu
saat kau masih memberiku kesempatan, pasti kuambil. Aku wajib menebus
segala kesalahanku padamu.
Oh, iya. Fotomu masih tersimpan di
laptopku. Kadang kupandangi lekat lekat sambil mengutuk dalam hati,
bagaimana bisa aku tak menyadari bahwa ternyata perempuan yang kucari
adalah kau ? Sekali lagi aku memang bodoh. Kau pastinya akan marah
mengetahui aku masih sering melihat fotomu. Tapi kurasa kali ini aku
punya hak. Pertama, aku juga ada di foto itu, jadi aku juga berhak untuk
terus melihatnya. Kedua, foto itu diambil menggunakan handphoneku,
menurut hukum HAKI dan Perdata ( sudahlah. Kau lebih tau soal
keperdataan. Itu adalah basicmu ).
Kusudahi sampai disini celoteh ini. Semoga kau sempat membaca tulisan tak penting ini. Ah, harus kuakui aku masih mengagumimu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar