Senin, 06 Maret 2017

Untuk Seorang Perempuan

Namamu masih kusemogakan dalam setiap doa. Berharap ada kesempatan untuk memperbaiki kesalahan yang timbul akibat ketidaksabaranku. Setiap kulewati rumah yang pernah kau tinggali, aku sering tertegun, selalu saja teringat saat pertama kali melihatmu, seorang perempuan pemalu yang punya tatapan tajam, seorang perempuan pendiam yang gerakannya lincah.
Kau tidak banyak bicara, kadang kulihat matamu lebih pandai menyuarakan apa yang ada dibenakmu. Kau tipe perempuan yang tidak suka basa basi. Pernah kau turun ditengah jalan dari mikrolet yang kau tumpangi hanya karena sang sopir menggodamu. Brengsek; sialan, aku tau jika kata kata tersebut sudah keluar dari mulutmu, artinya jangan ada yang berani macam macam.
Hampir tiap hari kulewati rumah yang pernah kau tinggali. Istana, begitu kerap kali kau menyebutnya dilaman facebookmu. Dari kejauhan aku kerap menebak urutan kamarmu, membayangkan kau ada didalam. Suasana disitu juga masih sama, Killer, sebutanku untuk Bapak kostmu, juga masih memelihara kebiasaan lamanya, duduk didepan pintu sambil menegak lahap kopinya yang pekat, sepekat wajahnya. Dulu aku sering dibuat kesal oleh si Killer. Setiap hendak bertamu padamu, selalu saja diinterogasi si Killer. Bertemu siapa? Cari apa ? Dan banyak lagi pertanyaan si killer yang membuat emosi. Aku sering bertanya dalam hati, bagaimana bisa kau betah tinggal ditempat yang terlalu banyak aturannya ? Pernah kutanyakan langsung padamu dan kau tak pernah menjawab, hanya tersenyum dan mengerling. 

Ah, , kadang aku menyesali, betapa cepatnya keakraban kita berakhir berakhir. Ironisnya, akulah yang menyebabkan semua ini berakhir. Kita jadi menikmati sepi yang saban hari mulai mengurung kita dalam kesendirian. Aku ingat jelas pesan terakhir yang kau kirim waktu itu, "jangan pernah menghubungiku lagi". Sejak saat itu, kita seperti jadi orang asing. Pernah sesudah itu kita bertemu, kukira kau akan menghindar, menolak bertemu denganku. Ternyata aku salah, kau tanpa takut ragu mendekat dan tersenyum padaku. Aku kagum padamu, kupikir dalam beberapa hal, kau lebih berani dariku. 

Setelah semua kebodohanku, kupikir kau akan segera menemukan orang lain dan menjalin hubungan yang serius. Penyesalanku bertambah ketika mengetahui kau masih sendiri dan tak tergoda untuk membuka hati untuk hati yang lain. Betapa bodohnya aku menyia-nyiakanmu. Aku bodoh, memang sangat bodoh. Aku tak menyadari bahwa perempuan yang sering berpapasan denganku ditangga Fakultas Hukum Unsrat adalah perempuan yang mampu membuatku bergairah menjalani hidup.
Kudengar sekarang kau sudah bekerja, tak heran karna kau memang orang yang tekun, giat dan selalu yakin bahwa tidak ada kerja keras yang sia sia. Kau tau, Saat menulis ini aku sempat tertawa, membayangkan bagaimana reaksi bawahanmu ketika kau marah. Mungkin mereka akan tau bahwa dibalik tubuh perempuan mungil ini, tersimpan jiwa seekor singa yg siap meraung. Aku sering mengintip laman facebook, mencari tau apakah kau telah menemukan pria idamanmu? Di profil facebookmu kau menulis berpacaran, tapi aku tak pernah menemukan statusmu yang bercerita mengenai pria idamanmu, aku harus jujur memang aku tidak berharap menemukannya. Jelas kau bukan tipe anak-anak alay yang hobi menulis cinta di facebook, bukan, kelasmu jauh dari mereka, kau jelas perempuan terpelajar yang rapi menjaga privasi. Aku semakin bertambah kagum padamu.
Aku tau kesempatan tidak akan muncul kedua kali. Kau pernah memberiku kesempatan dan aku malah menghancurkannya. Apakah kau masih memberiku kesempatan ? Aku selalu bersemoga hal ini akan terjadi. Setiap kali berimaji mengenai sosok perempuan yang akan kutulis, selalu dirimu yang terlintas dipikiran. Aku berikrar dalam hati, jika suatu saat kau masih memberiku kesempatan, pasti kuambil. Aku wajib menebus segala kesalahanku padamu.

Oh, iya. Fotomu masih tersimpan di laptopku. Kadang kupandangi lekat lekat sambil mengutuk dalam hati, bagaimana bisa aku tak menyadari bahwa ternyata perempuan yang kucari adalah kau ? Sekali lagi aku memang bodoh. Kau pastinya akan marah mengetahui aku masih sering melihat fotomu. Tapi kurasa kali ini aku punya hak. Pertama, aku juga ada di foto itu, jadi aku juga berhak untuk terus melihatnya. Kedua, foto itu diambil menggunakan handphoneku, menurut hukum HAKI dan Perdata ( sudahlah. Kau lebih tau soal keperdataan. Itu adalah basicmu ).
Kusudahi sampai disini celoteh ini. Semoga kau sempat membaca tulisan tak penting ini. Ah, harus kuakui aku masih mengagumimu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar