Jumat, 24 Maret 2017

Sepenggal Kisah di Desa Saolat ( Baksos Hipma Haltim Manado 2014 )

Sebenarnya sudah lama saya ingin mengabadikan kegiatan bakti sosial yang kami laksanakan di desa saolat dalam bentuk tulisan, namun karena kesibukan registasi dan pendaftaran ulang di kampus dan juga efek kemalasan yang melanda akibat liburan di kampung sehingga niat untuk menulis mengenai kegiatan baksos ini baru dapat terlaksana. Sekilas mengenai kegiatan Bakti sosial, yaitu salah satu program dari Himpunan Mahasiswa Halmahera Timur ( HIPMA HALTIM ) Manado yang bertujuan untuk turun langsung dan mengaplikasikan langsung ilmu yang diperoleh di kampus pada masyarakat. Menurut saya pribadi, inti dari Bakti sosial ini adalah membantu, melayani masyarakat sebisa dan semampu kami. Semuanya dimulai dari pembentukan panitia Bakti sosial di pantai malalayang pada tanggal 4 Agustus 2015, yang kemudian dilanjutkan dengan berbagai macam rapat, dan pencarian dana dalam bentuk penjualan pin, kalender pengadaan kartu kawan, proposal, door to door keliling Unsrat sampai keluar masuk rumah. Ada yang baik hati sehingga kami diberi lebih plus tidak menerima uang kembalian, Namun terkadang dengan wajah asam, Tuan rumahnya dengan cepat menutup pintu dan mengatakan tidak pada kami, terkadang sakit juga diperlakukan kayak gini. Namun singkatnya setelah melalui berbagai macam proses yang bikin emosi, tertawa, terpana, terbata, akhirnya kami mengikrarkan bahwa kami siap dan memutuskan untuk pergi melaksanakan Bakti Sosial, meskipun dana kami antara ada dan tiada ( hahahah,, bilang saja tidak cukup )


Inilah kami yang siap berangkat

Kami berangkat pada tanggal 20 Desember 2015 melalui kapal laut. Nama kapalnya  KM. Bunda Maria dengan rute perjalanan yang Manado – Ternate – sofifi lalu ke tempat kegiatan Bakti sosial kami, yaitu desa Saolat Kecamatan Wasile Selatan. Perjalanan ini cukup melelahkan  karena setelah tiba di pelabuhan ternate, kami langsung naik feri menuju ke sofifi.  Setibanya di sofifi kami langsung di jemput dengan sebuah truk, dan ini yang paling menguras tenaga. Setelah terombang ambing di lautan kami harus duduk bersila, ada yang jongkok, ada pula yang berdiri di atas truk. Pokoknya masing masing orang sesuai dengan gayanya sendiri mencari posisi yang nyaman baginya.

Perjalanan ini cukup menghibur bagi saya, karena saya bisa melihat desa-desa yang berada di sepanjang jalan menuju desa Saolat. Desa-desa ini menurut saya cukup bersih dan penataan desanya juga bagus, di tambah dengan lingkungan desa desa tersebut yang cukup asri. Di perjalanan ini satu, hal yang cukup menggangu yaitu keadaan jalan Trans Halmahera yang menurut saya sangat buruk. Jalanan yang berlubang, dan aspal yang tidak rata. Sepertinya proyek pembuatan jalan ini dikerjakan seadaanya dan asal jadi. Saya sendiri sempat khawatir seandainya truk yang kami tumpangi mogok tepat di jalanan yang berlubang plus tanjakan, maka mau tidak mau kami yang akan mendorong truk tersebut. Tapi syukurlah karena hal ini tidak terjadi.

Dialog dengan Warga


Rombongan Baksos HIPMA HALTIM Manado disambut masyarakat desa Saolat dengan tarian daerah



Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 2 jam, akhirnya kami tiba di desa saolat. Hari sudah sore ketika kami tiba. Kami disambut oleh masyarakat setempat dengan tari tarian tradisional. Saya terkejut melihat sambutan ini, saya pikir ini terlalu berlebihan. Merekalah yang seharusnya dilayani, bukan kami. Setelah selesai penyambutan, kami langsung masuk pada fase perkenalan, dimana saya selaku sekretaris panitia bertugas untuk memperkenalkan seluruh anggota rombongan, dilanjutkan dengan pembagian akomodasi tempat tinggal dan kemudian dilanjutkan diskusi dengan warga. Melelahkan memang, tapi ini adalah konsekuensi dari sebuah kegiatan, dimana kita dituntun untuk memberikan yang terbaik tanpa mengeluh.
Sesuai agenda yang telah disusun, hari kedua kami mengadakan berbagai lomba yang sasarannya untuk anak anak di desa saolat. Lucu memang, para anak anak ini umumnya punya mental yang cukup baik, hal ini dilihat dari betapa antusiasnya mereka untuk mengikuti lomba yang kami laksanakan. Tujuan dari lomba ini adalah untuk mengedukasi, memberikan pemahaman dan mengajarkan pada anak-anak ini tentang bagaimana bekerja dalam suatu tim. Bukankah ini yang penting ? manusia adalah mahluk sosial, tak bisa hidup sendiri dan membutuhkan orang lain dan pada prosesnya manusia harus hidup bersama satu dengan yang lainnya, dan untuk hidup bersama, manusia harus bisa bekerja sama. Inilah esensi yang ingin kami tanamkan pada anak-anak ini lewat berbagai lomba yang kami laksanakan.

Pukul 1 siang, agenda kami selanjutnya yaitu seminar. Ada beberapa pembicara yang kami datangkan, diantaranya salah satu anggota DPRD Halmahera Timur dan juga 2 orang senior HIPMA HALTIM. Seminar yang kami laksanakan dengan judul Politik di Halmahera Timur. Sebenarnya kami juga mengundang Pembicara dari Dinas Pendidikan Halmahera Timur, namun mereka berhalangan hadir. Seminar ini menurut saya pribadi ,berlangsung cukup panas. Para hadirin dan juga pemateri beberapa kali terlibat saling bantah dan adu argument masing-masing, tapi memang inilah yang saya harapkan, dengan adanya seminar ini, masyarakat bisa mengutarakan segala keluh kesah mereka langsung dihadapan anggota DPRD yang kami datangkan. Seminar ini berakhir 2 jam lebih lama dari waktu yang ditetapkan.Hari telah malam ketika seminar selesai, dan setelah rapat evaluasi bersama dengan panitia lokal, kami langsung menuju ke sekretariat untuk menikmati makan malam yang telah disiapkan oleh teman-teman seksi konsumsi dan kemudian istirahat malam mengingat masih ada agenda hari ketiga pada esok hari.


Seminar Yang dibawakan oleh Anggota DPRD Kab. Halmahera Timur, Bapak Noverius Bulango.

Hari ketiga, adalah hari terakhir kami melaksanakan kegiatan Baksos. Kami melakukan kerja bakti pembersihan desa. Sasarannya yaitu fasilitas umum seperti gereja, kantor desa , sekolah, dan puskesmas. Disamping itu kami juga melaksanakan penghijauan disepanjang jalan desa saolat. Kegiatan hari ketiga ini cukup ramai, karena masyarakat turut berpartisipasi melakukan kerja bakti, saya cukup bangga melihat warga yang tanpa kenal lelah melakukan apa yang bisa mereka lakukan untuk membantu kami. Pada malam harinya, kami melakukan malam ramah tamah dengan warga atau malam kebersamaan. Beberapa teman memaknainya dengan malam perpisahan. Agenda pada malam ramah tamah ini cukup seru, sedih dan mengharukan juga. Walaupun Cuma 3 hari berada di desa Saolat, tapi kenangan kebersamaan yang ada cukup sulit untuk dilupakan. Mereka telah menganggap kami seperti saudara, anak , bahkan keluarga sendiri dan ini yang membuat kami melewati malam kebersamaan ini dengan sedikit haru, karena besok hari kami sudah harus berpisah dengan mereka dan pulang ke rumah masing-masing.


Kerja Bkati Membersihkan Lingkungan dan fasilitas Umum
Penanaman Pohon
Malam Kebersamaan Dengan Warga
Foto Bersama Kepala Desa Saolat dan  Ekorino

Sedikit cerita mengenai desa saolat, desa ini tidak besar, agak berbukit dan terletak ditepi pantai. Menurut pengamatan saya mungkin panjangnya kurang lebih 3 km dengan jumlah jiwa kurang lebih 250 orang. ( ini hanya pengamat subjektif saya sendiri, mungkin bisa salah). Keadaan lingkungan desa cukup asri dan bersih, penduduknya mayoritas bekerja sebagai petani dan nelayan. Desa ini merupakan salah satu desa yang berada dijalan trans Halmahera, jika anda pergi ke Ibukota Halmahera timur melalui jalur darat, maka saya pastikan anda akan melewati desa ini. Satu hal yang saya sayangkan adalah banyaknya anak muda usia produktif yang tidak bersekolah ataupun tidak melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, padahal jika mereka mau saya yakin mereka mampu untuk melanjutkan pendidikan mereka. Menurut saya mungkin salah satunya yaitu motivasi yang kurang sehingga kebanyakan dari mereka memilih untuk tidak melanjutkan pendidikan. Saya mendapat banyak pelajaran dari masyarakat desa saolat. Mereka sangat mencintai lingkungan, menghargai sesama, bahkan mereka tidak segan segan membantu seseorang walaupun baru mereka kenal.Ilmu hidup seperti ini walaupun kelihatan gampang, tapi tidak semua orang bisa melakukan ini, saya salut pada mereka.

 Tulisan ini saya buat sebagai bentuk penghargaan kepada teman – teman Hipma Haltim yang telah rela berkorban waktu, tenaga, materi bahkan rela meninggalkan segala aktivitas kampus, segala macam masalah percintaan yang rumit dan bikin pusing hanya untuk menyukseskan kegiatan baksos, terutama Otis Warwer dan Fandry Buli yang berlari mendaki pegunungan untuk mengejar truck, juga buat bendahara panitia, SryYulianti Danawaka yang walaupun praktek dijakarta tetapi tetap setia memanajemen masalah keuangan dan terus menjalin komunikasi dengan warga desa saolat, serta para kordinator tiap tiap seksi dan seluruh anggota Marsel Bauronga Warwer, Karibo Poetra Bungsu, Engel Maudul, Marthen Takoes, Damas Laleno, Maradja Nus Danawaka, Yulin Kawang Paeli, Echa Kaotji, Ryand Putra Bulli, Ester Wangelamo, Devan Togo, Etha Dunia, Jefferson Bawang, Kevin Tutuarima, YUnitha Budiman, Ecin Kaotji, Yosias Dunia, Yandris Murufu, Christal Vitta Koremie, Murasakibara , yang berjuang extra keras, terimakasih banyak. khusus buat masyarakat desa Saolat yang telah menerima kami untuk melakukan kegiatan di desa mereka. Kami yang bukan siapa-siapa, tapi mereka memperlakukan kami seperti keluarga sendiri, Teman-teman panitia lokal, terima kasih atas segala kesiapannya, juga buat para donatur yang telah memberikan sumbangan sehingga kegiatan ini bisa terlaksana, saya ucapkan terimah kasih banyak. Juga buat teman, saudari kami yang bertugas sebagai Kordinator seksi konsumsi pada saat kegiatan, Almarhum RESLIN LEIS DUNIA yang telah berpulang terlebih dahulu.

Semua yang saya tulis adalah pengalaman pribadi selama mengikuti Baksos, apa yang terucap seringkali akan lenyap, apa yang tertulis niscaya akan selalu diingat.Tidak ada maksud lain, saya hanya berusaha mengabadikan pengalaman ini dalam bentuk suatu tulisan dengan harapan agar kebersamaan kita akan selalu diingat selamanya. Setiap perjumpaan selalu menyisakan kenangan dan setiap kenangan akan selalu membekas, setiap kali ia membekas, ia akan selalu teringat bahwa kita punya masa-masa indah yang dibingkai dalam suatu kegiatan, dimana kita manusia selalu punya alasan untuk selalu berbagi.

PARADE FOTO

Teman - Teman Hipma Haltim dan warga setempat saat mengikuti kegiatan seminar
Seksi Konsumsi, Selalu Siap 24 Jam
Kerja Bakti Membersihkan Gereja
Rapat Evaluasi Bersama Panitia Lokal



Senin, 06 Maret 2017

Dedicated For Special Woman "SPS"


Cinta itu seperti kupu-kupu, tambah dikejar tambah berlari. Tapi kalau dibiarkan terbang, dia akan datang menghampiri di saat kamu tidak mengharapkannya. Terkadang cinta jadi aneh, ibarat tubuh dan bayangan, selalu bersama tak bisa menyatu. Dekat tapi tak saling bertegur sapa, sejiwa tapi tak saling merasa. Perasaan bukan sesuatu yang mudah untuk diatur atau diarahkan. Perasaan kepada seseorang adalah tentang siapa yang selalu kau ingat sebelum memejamkan mata, siapa yang terbayang saat mendengarkan lagu penuh kenangan, siapa yang membuatmu bisa tersenyum tanpa sebab, atau bahkan melamun tanpa alasan. Seperti itulah cinta, kau hanya bisa merasakannya tanpa mampu untuk menjelaskan

Waktu kuliah filsafat, seorang Dosen bertanya, bagaimana cara membunuh orang dengan perlahan ? tidak ada yang berani menjawab, lalu dosen tersebut berkata, “Katakan pada seseorang, bahwa aku mencintaimu, sesudah itu pergi dan dan menghilang”. Akhirnya saya paham, bahwa hal yang kejam adalah membiarkan orang lain jatuh cinta dan kamu tidak berniat untuk membalasnya.

Cara jatuh cinta adalah; berusaha memberikan yang terbaik. Konsisten tapi jangan memaksa,berbagi dan jangan bersikap tidak adil, dan cobalah untuk tidak banyak menuntut. Yang paling miris adalah kamu jatuh cinta untuk kedua kalinya pada orang yang sama, tetapi kamu tau bahwa orang itu sudah tidak memiliki perasaan terhadapmu, sementara kamu telah memberikan banyak waktu untuknya.
Kita tidak mesti jadi cengeng, jangan tenggelam. Kesedihan dan kerindukan hanya akan menyayat sedalam mungkin jika kita izinkan. Masa lalu, masa kini dan masa depan itu ibarat roda yang terus berputar. Kita akan selalu ada didalamnya dan akan selalu menikmati itu

Hati retak mampus tanpa upacara
Dalam keramaian yang tak henti berbicara
Rindu menjelma kematian yang sunyi
Merajam tubuh sebagai sejarah resmi

Orang -orang memang bangsat
Waktu juga ganas memagut
Kita kalah bertekuk lutut
Tak diberi waktu untuk saling memikat

Salam dari orang asing
Sampai jumpa dinikahan masing-masing

Manado, 24 Februari 2017.21.04 Wita
Ditulis saat mendengarkan Payung Teduh- Untuk Perempuan Yang Sedang ( Tidak ) Dalam Pelukan.

Untuk Seorang Perempuan Part II

Siapapun didunia ini tentu punya hal yang ingin dilaksanakan. Semacam impian yang ingin diwujudkan. Kadang sebelum tidur kau slalu memikirkan kapan impianmu bisa terlaksana. Akupun demikian, seringkali tatkala memejamkan mata, sering ku berteka teki kapan aku bisa tiba disana, ke rumahmu yang sebelumnya tak pernah terpikir oleh ku untuk berkunjung, bahkan dalam mimpi.
Aku harus merasa malu jika bercerita mengenai perjalanan ke daerahmu dengan menggunakan kapal. Mengapa? Karna kau pasti tertawa jika kuceritakan betapa tersiksanya aku seharian terombang ambing dipermainkan laut perairan sulawesi-halmahera. Diatas kapal udaranya pengap, sumpek, bercampur bunyi bising mesin kapal membuatku mual. Kau jelas akan tertawa, mendengar kenyataan bahwa seorang lelaki berbadan tambun penyuka musik keras takluk dikalahkan lautan. Sementara kau seorang perempuan yang bertumbuh kecil dengan entengnya bisa berulang kali menyebrangi lautan Sulawesi-Halmahera tanpa ada satupun keluhan. Jadi, sebaiknya tak perlu kuceritakan perjalanan ini padamu. Yang jelas keinginanku untuk sampai ke daerahmu, rumahmu bisa terwujud.

Jujur, aku tidak berani sendirian ke rumahmu. Ke daerah yang asing bagiku, tiada teman dan sanak famili. Yang kukenal hanya kau seorang. Makanya aku mengajak seorang teman, yang sering kupanggil MR. Setidaknya ada seseorang yang kuajak bertukar pikiran perihal apa yang harus kukatakan, atau bagaimana caranya memulai pembicaran dengan seseorang yang pernah ku hancurkan kepercayan yang telah dia berikan. Jujur, aku bingung akan memulai dari mana jika bertemu denganmu. Hari pertama aku kesana, ke kampung halamanmu, aku dan MR jelas tak tahu alamat rumahmu. Aku memberanikan diri bertanya pada seorang Ibu yang berpapasan dengan kami, dan dia menunjuk sebuah rumah yang berhadapan dengan gereja. Aku tak bisa menjelaskan, betapa gugupnya aku berdiri didepan rumahmu. Kutanyakan kepada tetangga depan rumahmu, mereka mengatakan kau sedang ke pusat kota. Rupanya aku datang diwaktu yang salah. Tak apalah, "masih banyak waktu", pintaku dalam hati.

Walaupun hari pertama aku tak bertemu denganmu, aku banyak memperhatikan kampung halamanmu. Sebuah desa yang jauh dari hingar bingar kota. Aku kagum, desamu cukup bersih, teratur dengan penduduknya yang ramah. Betapa damainya kampungmu. Di pinggir jalan, beberapa anak perempuan berlarian sambil tertawa riang. Disebelah gereja, beberapa remaja perempuan berbincang serius sambil sesekali menyunggingkan senyum. Aku jadi melamun sendiri, "barangkali seperti inilah masa kecilmu didesa ini, barangkali saat remaja kaupun mirip dengan beberapa remaja ini".

Dalam perjalanan pulang aku merenung. Mungkin memang tidak sepantasnya seseorang bertamu kerumah orang yang pernah dia hancurkan mimpinya. Barangkali tidak semestinya seseorang kembali menampakan wajah didepan wanita yang telah dia khianati kepercayaannya. Ku utarakan hal ini pada MR yang duduk disebelahku, dan dia berkata "kita telah datang sejauh ini, kita telah merencanakan hal ini jauh-jauh hari. Mengapa begitu tiba ditempat ini kau berubah pikiran? belum bertemu bukan berarti tidak akan bertemu. Jangan jadi cengeng, bukankah disetiap kita bertemu, baik di kampus dan warung kopi, kau pernah berikrar harus bertemu dengannya? Kita memang pejalan yang pelan, tapi kita tidak akan berjalan mundur". Aku tersentak, keberanianku muncul kembali, "Besok kita mesti kesini lagi, besok aku mesti bertemu dengannya" sahutku. Hari kedua aku kerumahmu, telah kubulatkan tekad. Apapun yang terjadi, aku mesti bertemu denganmu. Jam 5 sore aku dan MR tiba di desamu. Sialan, kali ini aku makin gugup, keringat kembali membasahi tubuh, jantung berdegup kencang, langkah kaki gemetar. Ah. . ini mesti diselesaikan sekarang. Sudah datang sejauh ini, pantang untuk mundur.

Aku mengetuk pintu, dan betapa terkejutnya aku saat melihat bahwa ternyata, kau yang membuka pintu. Kita sama-sama terperanjat. Suasana hening sejenak. Dapat kubayangkan betapa kagetnya kau saat melihat wajahku tepat didepan pintu rumahmu. Aku maklum jika kau berpikir dalam hati, "betapa beraninya si brengsek ini datang". Jujur, saat itu aku pikir kau akan menolak bertemu denganku. Ternyata kau menyambutku dengan ramah. Kau tersenyum persis saat pertama kali kita bertemu. Mempersilahkan ku untuk segera masuk. Aku merasa malu bercampur kagum padamu.
Ada perasaan menggebu gebu yang sulit dijelaskan saat kita kembali bertemu. Mataku berkaca kaca. Suasana jadi canggung, suaraku hampir tak terdengar ketika menanyakan bagaimana kabarmu. Caramu bertutur persis seperti saat kita pertama bertemu di Fakultas Hukum Unsrat dua tahun lalu. Bicara seperlunya, lantang dan penuh percaya diri. Hampir tak ada yang berubah darimu, masih persis dua tahun lalu. Bedanya jika dua tahun lalu setiap kita bertemu kau selalu memegang berbagai macam buku teori ilmu hukum, sekarang kau lebih terlihat anggun dengan seragam kerja yang menutupi tubuhmu. "Astaga, dia makin terlihat mempesona" aku menggumam dalam hati. Percakapan selama hampir 2 jam terasa sangat pendek bagiku.

Di perjalanan pulang aku kembali merenung, teringat masa dimana kita masih akrab, saling bercanda lepas. Sampai muncul hari dimana aku menghancurkan mimpi dan harapan yang telah kau beri. Jika diingat ingat, terkadang aku menyesal. Betapa bodoh dan tidak dewasanya aku saat itu. Tidak menghargai perhatian yang kau beri, menyianyiakan seorang wanita yang luar biasa. Kau anti mainstream dari kebanyakan wanita zaman sekarang yang senang ber makeup tebal, menghias bibir semerah mungkin, dan berlomba lomba mengupload foto selfie setiap hari dengan caption yang aneh. Kelasmu jauh diatas mereka. Kau seorang wanita pendiam yang memiliki imajinasi luas, seorang terpelajar yang bijak menggunakan medsos. Bagimu, kesederhanaan adalah hal yang utama. Kau selalu tampil apa adanya.

Tahun 2016 sebentar lagi berakhir, aku tidak ingin masih tersisa penyesalan dalam hati. Aku sudah berikrar sebelum meninggalkan tahun ini, aku mesti berkunjung ke rumahmu. Bertemu dan melihat wajahmu sekali lagi. Wajah yang dulu bahkan sampai sekarang masih sering terbayang, dan akhirnya keinginanku terpenuhi. Aku tidak tahu apakah masih bisa berkunjung dan menemuimu dikampung halamanmu yang damai, ataukah ini adalah yang pertama dan terakhir kali. Biarlah takdir yang menjawabnya. Bukankah hidup ini adalah petualangan? Jika kita telah mengetahu apa yang akan terjadi, maka hidup ini sudah tak punya daya tarik. Jalani saja apa yang ada didepan mata. Tak perlu takut, jangan khawatir. Setiap perjalanan selalu saja ada hikmah yang bisa dipetik, dan tetap ada pelajaran yang bisa diambil. Kuharap, kau temukan pria baik-baik yang bisa menjagamu.
Aku pulang meninggalkan desamu dengan senyum penuh kebanggaan. Iya, bangga karena menang. Menang atas rasa takut dan Menang atas diri ini yang tak pernah mau keluar dari zona nyaman. Aku banyak belajar saat mengunjungi desamu. Tere liye pernah menulis, "anak muda tak semestinya mengurung diri dikamar dan memandangi lekat gadgetnya lalu merasa telah menikmati hidup. Tak ada kebanggaan disana. Ambil ranselmu pergi dan temui orang disekitar, maka kau akan temukan makna hidup sesungguhnya". Hari ini aku bangga bisa datang ke kampung halamanmu sebagai bukti bahwa seorang laki-laki yang pernah berbuat salah, datang dan bertekad memperbaiki semua yang hancur lebur.

Pada akhirnya kita mesti berdamai dengan segala ego. Kita mesti ikhlas jika banyak mimpi yang tak terpenuhi. Teruslah bermimpi, tapi ingat bahwa tak semua mimpi mesti jadi kenyataan. Yang terpenting, berlarilah sampai kau merasa lelah, sampai para peragu jengah. Lawan dirimu yang selalu kalah. Kau sudah menang ketika mengambil satu langkah. Berlarilah sampai tubuhmu habis menjadi tanah, sampai tak kenali lagi biru dan merah. Sampai tulangmu hilang tak berjumlah, sampai masamu habis terpilah.

Tulisan ini panjang? Iya. Sebab aku telah berniat akan menulis habis habisan mengenai kisah yang satu ini, tentang kedatanganku ke kampung halamanmu. Jika sebelumnya aku selalu berharap kau membaca tulisan-tulisanku, maka kali ini sebaiknya tidak perlu. Mengapa? Karna tulisan ini tidak terlalu penting. Pun puisi-puisi yang pernah kurangkai untukmu tak ada yang benar-benar layak. Semuanya hanya rongsokan tinta penaku yang terkadang menuntut untuk untuk digoreskan bahkan aku sendiripun terkadang tak mengerti puisi yang kubuat untukmu. Telah datang dan bertemu denganmu nilainya lebih tinggi dari pada semua coretan yang pernah kuukir.

Eh.. kau masih sering mendengar lagunya Bon Jovi - Always ? Aku tahu ini adalah salah satu lagu favoritmu. Mulai sekarang jika tiba-tiba aku merindukanmu, akan kunyanyikan reef lagu ini untuk sekedar menenangkan hati. Siapa tahu kau akan menyenandungkan juga. Untukku atau siapapun, entahlah, kau yang lebih tahu.

Review Album Banda Neira "Yang patah, Yang tumbuh, Yang hilang, Yang berganti"



Yang patah, Yang tumbuh, Yang hilang, Yang berganti". Itulah tajuk album terbaru duo folk yang memakai nama "Banda Neira". Saya sendiri baru mengetahui bahwa album telah rilis bulan maret. Tidak mengherankan, karna band indie memang tidak banyak melakukan promosi setiap keluar album baru. Sebulan penuh mendengarkan album ini, saya beranggapan bahwa ini adalah album masterpiece dari Banda Neira. Rasanya sebutan duo nelangsa riang sangat tepat disematkan pada Ananda Badudu dan Rara Sekar karena kita bisa merasa nelangsa sekaligus riang dalam satu waktu ketika mendengarkan lagu mereka.

Saya merasa musik Banda Neira, punya kekuatan ajaib yang tidak bisa dinilai sekedar dari nada, aransemen, atau skill. Mereka ibarat sudah dapat ditebak arah musiknya, tapi anehnya tidak lantas membuat musik mereka menjadi tidak menarik untuk didengarkan. Irama acoustic yang mereka lantunkan bagi saya seperti membawa pendengar ke dimensi lain. 15 lagu dalam album ini sungguh kental nuansa folk syahdu. Mendengarkan album ini dipagi atau sore hari selepas hujan turun sambil minum secangkir kopi, lalu pejamkan mata. Rasanya seperti Sigur Ros, Simon & Garfunkel atau Roxette sedang konser mini dihalaman rumah anda. Lagu "sampai jadi debu" merupakan favorit saya dan pastinya semua orang yang mendengarkan lagu ini.

Selamanya
Sampai kita tua
Sampai jadi debu
Ku di liang yang satu
Ku di sebelahmu

Itulah penggalan lirik lagu "Sampai jadi debu". Suara mendesah nan mematikan dari Ananda Badudu dan Rara Sekar bergantian membunuh sore yang sepi. Akhirnya saya sepakat dengan apa yang dikatakan Sekar Banjaran Aji dalam warningmagz. "Jika anda pemuja lagu berbahasa Indonesia yang indah, berima tanpa miskin makna, silakan mulai mendengarkan album ini"

Untuk Seorang Perempuan

Namamu masih kusemogakan dalam setiap doa. Berharap ada kesempatan untuk memperbaiki kesalahan yang timbul akibat ketidaksabaranku. Setiap kulewati rumah yang pernah kau tinggali, aku sering tertegun, selalu saja teringat saat pertama kali melihatmu, seorang perempuan pemalu yang punya tatapan tajam, seorang perempuan pendiam yang gerakannya lincah.
Kau tidak banyak bicara, kadang kulihat matamu lebih pandai menyuarakan apa yang ada dibenakmu. Kau tipe perempuan yang tidak suka basa basi. Pernah kau turun ditengah jalan dari mikrolet yang kau tumpangi hanya karena sang sopir menggodamu. Brengsek; sialan, aku tau jika kata kata tersebut sudah keluar dari mulutmu, artinya jangan ada yang berani macam macam.
Hampir tiap hari kulewati rumah yang pernah kau tinggali. Istana, begitu kerap kali kau menyebutnya dilaman facebookmu. Dari kejauhan aku kerap menebak urutan kamarmu, membayangkan kau ada didalam. Suasana disitu juga masih sama, Killer, sebutanku untuk Bapak kostmu, juga masih memelihara kebiasaan lamanya, duduk didepan pintu sambil menegak lahap kopinya yang pekat, sepekat wajahnya. Dulu aku sering dibuat kesal oleh si Killer. Setiap hendak bertamu padamu, selalu saja diinterogasi si Killer. Bertemu siapa? Cari apa ? Dan banyak lagi pertanyaan si killer yang membuat emosi. Aku sering bertanya dalam hati, bagaimana bisa kau betah tinggal ditempat yang terlalu banyak aturannya ? Pernah kutanyakan langsung padamu dan kau tak pernah menjawab, hanya tersenyum dan mengerling. 

Ah, , kadang aku menyesali, betapa cepatnya keakraban kita berakhir berakhir. Ironisnya, akulah yang menyebabkan semua ini berakhir. Kita jadi menikmati sepi yang saban hari mulai mengurung kita dalam kesendirian. Aku ingat jelas pesan terakhir yang kau kirim waktu itu, "jangan pernah menghubungiku lagi". Sejak saat itu, kita seperti jadi orang asing. Pernah sesudah itu kita bertemu, kukira kau akan menghindar, menolak bertemu denganku. Ternyata aku salah, kau tanpa takut ragu mendekat dan tersenyum padaku. Aku kagum padamu, kupikir dalam beberapa hal, kau lebih berani dariku. 

Setelah semua kebodohanku, kupikir kau akan segera menemukan orang lain dan menjalin hubungan yang serius. Penyesalanku bertambah ketika mengetahui kau masih sendiri dan tak tergoda untuk membuka hati untuk hati yang lain. Betapa bodohnya aku menyia-nyiakanmu. Aku bodoh, memang sangat bodoh. Aku tak menyadari bahwa perempuan yang sering berpapasan denganku ditangga Fakultas Hukum Unsrat adalah perempuan yang mampu membuatku bergairah menjalani hidup.
Kudengar sekarang kau sudah bekerja, tak heran karna kau memang orang yang tekun, giat dan selalu yakin bahwa tidak ada kerja keras yang sia sia. Kau tau, Saat menulis ini aku sempat tertawa, membayangkan bagaimana reaksi bawahanmu ketika kau marah. Mungkin mereka akan tau bahwa dibalik tubuh perempuan mungil ini, tersimpan jiwa seekor singa yg siap meraung. Aku sering mengintip laman facebook, mencari tau apakah kau telah menemukan pria idamanmu? Di profil facebookmu kau menulis berpacaran, tapi aku tak pernah menemukan statusmu yang bercerita mengenai pria idamanmu, aku harus jujur memang aku tidak berharap menemukannya. Jelas kau bukan tipe anak-anak alay yang hobi menulis cinta di facebook, bukan, kelasmu jauh dari mereka, kau jelas perempuan terpelajar yang rapi menjaga privasi. Aku semakin bertambah kagum padamu.
Aku tau kesempatan tidak akan muncul kedua kali. Kau pernah memberiku kesempatan dan aku malah menghancurkannya. Apakah kau masih memberiku kesempatan ? Aku selalu bersemoga hal ini akan terjadi. Setiap kali berimaji mengenai sosok perempuan yang akan kutulis, selalu dirimu yang terlintas dipikiran. Aku berikrar dalam hati, jika suatu saat kau masih memberiku kesempatan, pasti kuambil. Aku wajib menebus segala kesalahanku padamu.

Oh, iya. Fotomu masih tersimpan di laptopku. Kadang kupandangi lekat lekat sambil mengutuk dalam hati, bagaimana bisa aku tak menyadari bahwa ternyata perempuan yang kucari adalah kau ? Sekali lagi aku memang bodoh. Kau pastinya akan marah mengetahui aku masih sering melihat fotomu. Tapi kurasa kali ini aku punya hak. Pertama, aku juga ada di foto itu, jadi aku juga berhak untuk terus melihatnya. Kedua, foto itu diambil menggunakan handphoneku, menurut hukum HAKI dan Perdata ( sudahlah. Kau lebih tau soal keperdataan. Itu adalah basicmu ).
Kusudahi sampai disini celoteh ini. Semoga kau sempat membaca tulisan tak penting ini. Ah, harus kuakui aku masih mengagumimu

Review Album Silampukau - Dosa, Kota dan Kenangan


Akhir September 2015, seorang teman merekomendasikan sebuah group musik kepada saya. Namanya "Silampukau", judul albumnya "Dosa, Kota dan Kenangan". Segera setelah itu, saya segera mendownload album tersebut. Namun karena berbagai kesibukan, album tersebut belum sempat saya dengar. Album itu tercecer pada katalog file band indie yang saya koleksi.
Hingga kemarin sore, tak sengaja saya mendengar sebuah lagu bernuansa folk diputar disebuah warung kopi langganan saya. Penasaran, saya bertanya kepada barista yang menyetel lagu tersebut. "Judulnya apa bro? Lagunya bagus". Barista tersebut menjawab, "lupa judulnya, tapi ini lagu silampukau". Saya terkejut, teringat bahwa albumnya Silampukau telah saya koleksi tanpa sekalipun belum pernah memutarnya. Begitu kembali ke kost, saya langsung menyetel album tersebut, dan akhirnya saya terkesima.
Dosa, Kota dan Kenangan. Jujur saja, judul album ini menurut saya lebih mirip judul sebuah Novel fiksi, ditambah cover album yang bernuansa dark nan gothic, secara kasat mata menambah kesan horor. Tapi begitu didengar, semua anggapan ini menguap begitu saja. Album ini sungguh manis. secara harfiah dalam jumlah personil dan kelengkapan instrumen musik yang mendukung mereka, Silampukau memiliki sesuatu yang menarik perhatian, lirik. Dan mereka menyampaikannya melalui sesuatu yang benar-benar melebihi ekspektasi siapapun, atau paling tidak saya.
10 lagu dalam album ini bercerita tentang kehidupan manusia yang terkatung-katung di antara masa silamnya yang tak terlalu elok dan masa depan yang entah mau diapakan. Antara gelak dan kenangan yang berpilin-pilin, antara kenangan didesa yang bertransformasi menjadi kota, sehingga segan untuk dirindukan, tetapi sangat manis jika dilupakan.
Penggambaran cinta dalam album ini tak murahan. Bukan kisah cinta remaja zaman sekarang yang kenalan pagi malamnya jadian. Tapi penggambarannya ibarat kisah 2 remaja yang menjalin hubungan sejak bocah hingga dewasa yang sama-sama saling mencintai tapi tak berani saling mengungkapkan, lalu muncullah "Dosa, Kota dan Kenangan". ( anda bisa renungkan metafora ini) .
lagu-lagu dalam album ini ibarat lagunya Iwan Fals versi modern. Jika dulu Iwan Fals bercerita cinta atau mengkritik kehidupan sosial hanya dengan modal gitar dan instrumen seadanya, maka sekarang Silampukau lewat Dosa, Kota, dan Kenangan menceritakan semua itu dengan lebih folk, lebih mellow dan lebih modern.
Akhirnya, jika anda penggemar musik yang berkualitas, baik secara lirik, tema, dan aransemen, maka album Silampukau - Dosa, Kota dan Kenangan wajib untuk didengarkan